Politik Dagang Rokok Putih ala Sampoerna (Thread @LaskarKretek)
TANJAKNEWS, JAKARTA -- Akun penggiat pendukung insdustri rokok di Twitter, @LaskarKretek, Ahad (27/10/2019) mencuit rangkaian tweet di linimasa Twitter. Akun ini bicara tentang
Politik dagang dalam industri rokok oleh raksasa Philip Morris, pemilik PT HM Sampoerna. Berikut thread-ny:
Kita tahu bahwa satu negara besar yang menerapkan sistem pasar bebas, Amerika Serikat, telah menutup pintu dagang bagi kretek di wilayah kekuasaannya.
Kretek dianggap menggunakan penambah rasa karena cengkeh di dalamnya, dan karena alasan inilah kemudian pelarangan dagang kretek dilakukan di sana. Meski sebenarnya, kita sama-sama tahu, rokok berbahan mentol yang menggunakan penambah rasa bebas berkeliaran di sana.
Kretek dengan rasanya dianggap sebagai sebuah pengganggu bagi industri rokok raksasa dunia yakni Philip Morris. Apalagi, sudah sejak lama pula bisnis tembakau yang menggiurkan ini diupayakan agar dapat dikuasai hanya oleh segelintir pihak.
Upaya monopoli dan kepentingan bisnis oleh Phillip Morris kemudian membuat segala hal dilakukan agar mereka saja yang menguasai bisnis tembakau.
Pertarungan ini kemudian turut menggunakan ‘kesehatan’ sebagai dalih agar dagangannya lebih laris atau monopolinya di bisnis ini berhasil.
Jika rokok selama ini dianggap berbahaya karena kandungan tar dan nikotin, maka segala produk yang mengandungnya lebih tinggi dianggap lebih berbahaya.
Sialnya, secara angka kretek memang memiliki tar dan nikotin yang lebih tinggi ketimbang rokok putih. Dan hal ini membuat kretek dianggap lebih berbahaya ketimbang rokok, hingga harus diperangi hingga akar-akarnya.
Padahal, penggunaan angka tar dan nikotin malah mengaburkan fakta bahwa kandungan rempah yang ada di dalam kretek justru berguna bagi kesehatan.
Belakangan, setelah sukses mengakuisisi Sampoerna, Philip Morris terus mengganggu peredaran kretek di Indonesia. Mereka melakukan hal serupa yakni melaui intervensi kebijakan untuk menguasasi pasar rokok Indonesia yang notabene masih dikuasai kretek.
Philip Morris mengakomodir kepentingan dagang rokok putih di Indonesia. Produk dagang Philip Morris merupakan rokok putih yang terkenal di berbagai belahan dunia, salah satunya Marlboro.
Terkait kebijakan, seperti yang kita ketahui bersama, Sampoerna adalah salah satu pabrikan yang mendukung kebijakan PP 109 tahun 2012.
Sampoerna yang dikendalikan oleh Philip Morris memiliki kepentingan lahirnya kebijakan ini dengan harapan menghancurkan industri rokok nasional sehingga mereka dapat menjadi pemain tunggal bisnis rokok di Indonesia.
Sebelumnya, soal sepak terjang Sampoerna yang dinilai merugikan industri kecil dan menengah termasuk petani tembakau juga menjadi isu. Seperti dilansir dari
rokok.in. Artikel berjudul "Manuver Sampoerna Memonopoli Industri Rokok Indonesia" 19 Oktober lalu:
rokok.in. Artikel berjudul "Manuver Sampoerna Memonopoli Industri Rokok Indonesia" 19 Oktober lalu:
Praktek monopoli usaha yang dilakukan pabrik rokok besar kian mengkhawatirkan, khususnya oleh PT HM Sampoerna. Sejak dikuasai oleh perusahaan asing Philip Morris pada tahun 2005 silam, Sampoerna semakin getol melakukan berbagai macam manuver untuk menguasai bisnis rokok di Indonesia, termasuk indikasi keterlibatan mereka dalam penyusunan beberapa kebijakan publik.
PP 109 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 200 tahun 2011 sangat kental dengan nuansa monopoli usaha. Beberapa poin yang tertuang dalam PP 109 tahun 2012 disinyalir sangat menguntungkan bagi PT HM Sampoerna mengingat mereka sudah punya instrumen lengkap untuk menerapkan aturan tersebut.
Sementara itu, di sisi lain, pabrikan rokok menengah ke bawah tentu gelagapan untuk memenuhi syarat dan ketentuan dalam PP 109 tahun 2012. Akibatnya, tidak sedikit dari mereka yang terpaksa menyerah dan tidak mampu bersaing lagi di bisnis rokok.
Sama halnya dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 200 tahun 2011 tentang aturan batas minimum Lahan Industri Rokok. Aturan tersebut menyebutkan jika Lahan Industri Rokok adalah minimal 200 meter persegi. PT HM Sampoerna tentu akan dengan sangat mudah lolos aturan tersebut. Beda halnya dengan pabrikan kecil yang akan otomatis gulung tikar karena tidak mampu memenuhi standar yang ditentukan.
Kepala Dinas Perinstrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur Budi Setiawan membenarkan perihal dampak dikeluarkannya PMK No 200/2011. Dia menyebutkan jika banyak industri rokok yang mempunyai lahan kurang dari 200 meter persegi di Jawa Timur terpaksa gulung tikar.
Terkait hal itu, Pemprov Jawa Timur sempat melakukan protes kepada pemerintah pusat. Tetapi sama sekali tidak dihiraukan. Protes Jawa Timur tentu sangat beralasan mengingat Jawa Timur masuk dalam daerah kawasan industri rokok potensial. Pemprov Jawa Timur mempertanyakan mengapa harus ada PMK 200/2011 yang sangat merugikan industri rokok kecil.
Disperindag Jawa Timur juga menjelaskan bahwa dampak dari PMK 200/2011 juga dirasakan petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Banyak petani yang biasanya lahannya ditanami tembakau terpaksa beralih pada tanaman lain. Banyaknya perusahan rokok menengah ke bawah yang gulung tikar menyebabkan munculnya banyak pengangguran baru.
Dari dua contoh kasus di atas, sangat jelas menunjukkan bahwa PT HM Sampoerna sangat lihai melakukan berbagai macam manuver guna memonopoli bisnis rokok. Selain kerap kali diuntungkan oleh kebijakan, PT HM Sampoerna dengan modal yang tak terbatas juga bisa melakukan banyak manuver usaha guna menjegal berkembangnya produsen rokok menengah ke bawah. (oce)
Post Navi