Business

IJP: Berbalas Syair Hamka dan Natsir



EnimaNews -- Dua tokoh besar Indonesia asal Minangkabau dikenal sebagai pejuang yang kuat pada pendirian alias taat asas. Sejarawan Indra J Piliang mencatat keduanya memiliki kesamaan itu.

"Mereka keras, bagai tongkat kuning dari rotan tua yang direndam lama di dalam lumpur hitam. Tongkat yang semakin berusia, semakin sulit ditundukkan," sebut mantan Peneliti CSIS itu. 

Sebagaimana diketahui, ungkap IJP -- panggilan akrabnya, kedua tokoh yang juga ulama tersebut memiliki kesamaan, tidak saja dalam hal prinsip, tapi juga latar belakang budaya dan alam yang melahirkan Hamka dan Natsir.

Buya Hamka, kelahiran Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Tapian Danau Maninjau, Kabupaten Agam, pada tanggal 17 Februari 1908. 

Natsir, kelahiran Nagari Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Tapian Danau Di Atas, Kabupaten Solok, pada tanggal 17 Juli 1908. 

"Dua orang raksasa yang dilahirkan pada tahun yang sama, hanya berjarak bulan. Sama-sama di tepian danau. Berhawa dingin," sebut penulis novel "Pinangan dari Selatan" ini . 

Namun, kata IJP, sebagaimana juga tokoh-tokoh yang lahir di nagari yang sama, mereka bukanlah sosok yang dingin. 

"Keduanya pernah menjadi tongkat kuning bagi ummat Islam. Dengan karya-karya luar biasa. Keduanya pun bertukar sajak, dalam silang sengketa upaya mencari dasar-dasar negara bagi negara muda yang baru tumbuh di belahan selatan," tutur politisi yang menghabiskan masa kecilnya di lembah Gunung Marapi,  bersekolah di SDN 2 Aie Angek dan SMPN Kotolaweh ini.

"Al Fatehah untuk keduanya," ucap IJP sembari mengenangkan kembali berbalas syair dua tokoh kebanggaan Urang Awak tersebut, seperti berikut ini:


Buya Hamka: Kepada Saudaraku M. Natsir

Di pertengahan 1950an itu…
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu

Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa

Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga

Suka dan duka kita hadapi

Suaramu wahai Natsir, suara kaummu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi

Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi

Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu…!
(13 November 1957)


Mohammad Natsir: Saudaraku Hamka, 

Lama, suaramu tak kudengar lagi
Lama…
Kadang-kadang,
di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur,
Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut,

Kudengar, tingkatan irama sajakmu itu,
Yang pernah kau hadiahkan kepadaku,
Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam
“Daftar”,
Tiba-tiba,

Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,
Rayuan umbuk dan umbak silih-berganti,
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,
Yang biasa bersenandung itu,
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.

Aku tersentak,
Darahku berdebar,
Air mataku menyenak,
Girang, diliputi syukur

Pancangkan!
Pancangkan olehmu, wahai Bilal!
Pancangkan pandji-pandji Kalimah Tauhid,
Wahai karihal kafirun..

Berjuta kawan sepaham bersiap masuk
Ke dalam “Daftarmu”…
Saudaramu
(23 Mei 1959)


Editor: Oce Satria
Post Navi

0 Komentar