Business

Masyaallah Begini Cara Sekolah di Belanda Menerima Murid Baru





Oleh: Hertasning Ichlas

HARI-hari mengurus sekolah tiba. Ada dua cara mencari sekolah di Belanda. Berkunjung langsung ke kantor Gemeente (semacam Balai Kota) atau mengunjungi website kantor itu.

Kami memilih datang langsung dan menemui konsuler pendidikan. Dia terkejut dan wajahnya prihatin mengapa anak-anak sudah dua bulan tinggal di Belanda tapi tidak segera bersekolah. 

Saya sudah menduga reaksi dia akan seperti itu. Segera dia memberi arahan dan masukan termasuk memberi kami buku saku panduan sekolah di Belanda.

Ada 3 jenis sekolah di Belanda, setidaknya yang kami ketahui. Sekolah publik, sekolah berbasis agama termasuk Islam dan sekolah internasional. Kecuali yang terakhir, sekolah lain disubsidi penuh oleh pemerintah atau bisa dikatakan gratis! 

Kami segera mencari sekolah via kontak telepon. Reaksi mereka sama seperti konsuler. Terkejut dan cemas. Mudah sekali untuk mereka segera membantu bahkan jika sekolah mereka sudah penuh mereka akan membantu mencarikan sekolah lain yang siap menampung anak-anak kami karena mereka harus masuk kelas bahasa terlebih dahulu sebelum masuk kelas reguler.

Tanpa kesulitan berarti kami segera mendapatkan sekolah publik yang bersedia menerima dan langsung membuat janji bertemu. Di Belanda, mereka mengategori pendidikan anak berdasarkan usia. Usia 12 tahun ke bawah masuk sekolah dasar sementara usia 12 ke atas masuk sekolah menengah (SMP-SMA) yang kemudian akan memilih berdasarkan bakat apakah lebih cocok masuk universitas atau akademi kejuruan. 




Pagi itu kami membuat janji dengan kepala sekolah untuk bertemu. Dia keluar ruangan menyambut kami dan menanyakan satu per satu siapa nama anak-anak kami dan usianya sesuai informasi yang kami berikan. 

Komunikasi kami pindah ke ruangan kepala sekolah. Dia menjelaskan segalanya dan memberi kami form untuk diisi. Isian itu lebih memancarkan kepentingan anak daripada kepentingan sekolah. Seperti apakah ada alergi, apakah ada bakat dan hobi yang ingin dikembangkan, termasuk menjaga kerahasian informasi anak, dan lain-lain. 

Kepala sekolah memberitahu sebelum bersekolah anak kami akan mengikuti semacam assessment yang dia wanti-wanti itu bukan tes tapi semacam penilaian bagaimana sekolah bisa memperlakukan anak kami sesuai bakat dan kemampuannya. Anak-anak akan masuk kelas bahasa terlebih dahulu namun juga akan mendapat pendidikan matematika dan sains. 

Salah satu yang terkenal di pendidikan Belanda mereka mengajarkan anak bukan hanya sekadar bisa membaca tapi CINTA dan BANYAK membaca buku. Sejak usia kecil anak-anak terbiasa membaca karya sastra, sains dan seni, kabarnya 27 buku minimal dalam setahun! 

Kepala sekolah lalu membawa kami tour keliling sekolah. Dia membawa kami ke kelas, perpustakaan, ruang senam gimnastik, ruang sport, dll. Dia bahkan memperkenalkan anak-anak kami dengan guru-guru di sekolah itu. 

Setelah itu kami pamit pulang sambil berpisah kepala sekolah yang tinggi menjulang itu mengarahkan tangan dan kepalanya agak membungkuk melihat wajah anak saya dia mengatakan “I’ll see you on Monday ya,” seraya tersenyum. 

Begitulah pengalaman mendaftar sekolah di Belanda, tak ada percakapan soal uang masuk, uang kegiatan, uang buku dan seragam. Mereka bahkan tak begitu peduli latar belakang orangtua anak. Itulah mengapa anak-anak imigran (tanpa dokumen) bisa bersekolah dan mendapat akses kesehatan sama seperti warga lainnya. 

Pendidikan sudah seperti bernapas. Seperti hak bahkan kewajiban sehingga kalau ada orangtua lalai memberi hak pendidikan, pihak pemerintah bisa memanggil, menegur bahkan menghukum. (*)

Judul asli Bersekolah di Den Haag, Facebook


Post Navi

0 Komentar