Riba dan Siti Nurbaya
Oleh: All Amin
Entrepreneur
Belum sempat mengenyakkan pantat di kursi, saya sudah dicecar pertanyaan oleh kawan. Kawan dekat. Kami bersua pagi itu di lounge, di bandara.
"Kamu sekarang sudah ikut kelompok yang mengharam-haramkan pinjaman bank, ya," ujarnya.
"Jangan ikutan latah. Nanti menyulitkan diri sendiri. Kita ini pelaku usaha. Butuh lembaga keuangan. Mau pinjam ke siapa lagi kamu," katanya terus nyerocos.
Saya dengarkan Ia panjang lebar berpetuah. Sambil memasukkan gula ke dalam kapucino panas. "Kita ikut arus besar sajalah. Itu lebih baik. Kalau tidak baik, pasti sudah ada aturan hukum yang melarang. Yang kamu ikuti itu kan sebagian Ustadz-ustadz, yang radikal gitu. Bilang riba-lah. Ini haram. Itu nggak boleh. Ntar hidupmu jadi sempit, Kawan."
Lama Ia bercerita. Hampir dingin kopi di cangkir. Yang Ia sampaikan masuk akal. Sesuatu yang lazim. Memang, selama ini kami sering sepakat, dalam banyak hal.
Setelah Ia selesai. Giliran saya menimpali. "Apa yang kamu sampaikan benar. Jangan buat hidup jadi sempit. Dan, kata Alquran; barang siapa yang berpaling dari ketentuan Allah. Maka baginya kehidupan yang sempit." "Yang mengatakan riba itu haram, bukan saya. Bukan pula para Ustaz itu. Mereka hanya menyampaikan isi Alquran. Itu aturan Allah."
Saya lalu mengeluarkan Alquran kecil dari dalam tas. Yang biasa dibawa. Saya berikan padanya. "Coba kamu buka halaman 47. Surah Al-Baqarah. Baca ayat 275 sampai 281. Satu halaman." "Bisa baca-nya nggak kamu?" Ia nyengir.
"Ya, sudah. Baca terjemahannya saja." Ia lalu membaca. Dan tampak manggut-manggut.
Membatin saya berujar. "Ini yang selama ini kita tidak tahu, Bro. Kita terlalu sibuk dengan urusan bisnis. Kita lupa belajar. Coba kita renungkan; tanpa sadar kita sombong kepada pencipta langit dan bumi ini. Kita langgar aturan Allah. Kita terobos saja semuanya. Barangkali itu membuat hati kita tertutup. Kita merasa benar. Padahal kita bodoh." Ia diam saja. Tak menjawab.
"Lihat kutipan kalimat, dari terjemahan ayat-ayat itu.
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila." (275)
Kata para ulama tafsir. Nanti hari kiamat, para pemakan riba itu dibangkitkan dalam kedaan gila. Dan, di dunia ini kehidupan mereka tidak tenang. Gelisah. Sempoyongan. Coba kita renungkan kebenarannya; bukan-kah kita juga merasakan bagaimana stresnya dikejar-kejar cicilan. Cicilan ini dan itu. Tak putus-putus. Puluhan juta perbulan. Di luar tampak gagah. Sejatinya lelah.
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (275)
Mau berdalih apalagi. Mutlak bunyi hukumnya begitu. Jelas bahasanya; haram. Suka atau tidak suka, begitu ketentuan-Nya. Mau patuh atau tidak, akan jadi urusan kita masing-masing dengan Allah Swt.
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (276)
Ini juga bahasanya tegas. Pelaku riba ujung-ujungnya pasti hancur. Allah yang katakan begitu. Alhamdulillah, saya beruntung. Ditakdirkan mengalami sedikit kehancuran. Jadi sadar. Kalau tidak, mungkin kita masih satu pandangan. Apakah kamu juga menunggu dikejar-kejar dept collector dulu, baru sadar. Sungguh tidak nyaman berhadapan dengan mereka. Bahasanya kasar. Merendahkan. Kalau tidak kuat-kuat mental bisa mencret.
"Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan rasul-Nya." (279)
Bagi yang tidak mau patuh. Masih ngeyel dan terus melakukan riba. Berarti mau menentang Allah Swt berperang.
Begitu, Mas Bro. Sebagian dalil-dalil yang ada dalam Alquran. Dan banyak lagi hadis-hadis sahih yang menjelaskan. Kesimpulannya; riba itu haram. Titik.
"Baiklah." Katanya menghela nafas. "Terus apa rencana-mu sekarang?"
"Insya Allah, saya akan ikut barisan kawan-kawan yang mengajak orang meninggalkan riba. Saya mau seperti semut dalam cerita Nabi Ibrahim."
"Maksudnya?"
"Mendengar Nabi Ibrahim akan dibakar oleh Raja Namrut. Semut membawa setetes air menuju kobaran api. Ia ditertawakan. Setetes air yang ia bawa tentu tak berarti apa-apa untuk api yang begitu besar. Tapi, dengan mantap semut berujar; "Aku tahu kalau air ini tak berarti. Tapi, dengan membawa setetes air ini, akan tampak aku berdiri di sebelah mana."
Obrolan kami terhenti ketika terdengar panggilan boarding.
Sambil mengemasi barang, iseng saya bertanya pada kawan itu.
"Hei, kamu tahu cerita Siti Nurbaya?"
"Ya, tahulah. Cerita tentang kawin paksa, dan kisah cinta yang kandas."
"Bukan. Itu cerita tentang utang riba yang gagal bayar."
Kami tertawa bersama. Salaman, lalu berpisah. Terbang menuju tujuan masing-masing. Dan tetap berkawan.
All Amin
#MengubahArah
Post Navi
0 Komentar