Genocida Orang Banda oleh Bandit VOC
HARI INI, 399 tahun yang lalu, 8 Mei 1621. Itu adalah hari kelam bagi rakyat Banda, kepulauan indah penghasil pala ysng harganya sangat mahal di perdagangan dunia, yang sampai saat itu tidak mau menuruti keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan pala.
Sekadar catatan, Kepulauan Banda terdiri dari sepuluh pulau vulkanis yang tersebar di Laut Banda, ±140 km sebelah selatan Pulau Seram dan 2.000 km sebelah timur Pulau Jawa. Kepulauan seluas 180 km² ini termasuk dalam wilayah Provinsi Maluku. Kota terbesarnya, Bandanaira, terletak di pulau dengan nama yang sama. Sekitar 15.000 jiwa tinggal di kepulauan ini. Kepulauan ini populer bagi penggemar selam scuba dan snorkeling.
Hingga pertengahan abad ke-19, Kepulauan Banda merupakan satu-satunya sumber rempah-rempah pala.
Kepulauan Banda pun di daftarkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2005.
399 tahun silam, sejarah kelam ditikam Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) waktu itu. Jan Pieterszoon Coen, berbekal perintah tertulis dari dewan direksi VOC untuk memantapkan monopoli rempah rempah -- pala, utamanya -- di kepulauan Banda, baik lewat pembunuhan pemimpin-pemimpin Banda, perbudakan rakyatnya, pengosongan dan repopulasi kepulauan Banda, berlayar dari Batavia dengan armada kapal berisi beberapa ribu prajurit prajurit Belanda dan ronin ronin Jepang untuk menjalankan instruksi itu.
Singkat cerita, VOC menangkapi 44 tokoh masyarakat Banda ("orang kaya" Banda, istilahnya), mengurung mereka di Benteng Nassau, dan -- atas tuduhan mengada ada "treason terhadap Belanda" -- membunuhi mereka semua, dengan bantuan ronin ronin Jepang tadi, dengan mencincang, memutilasi badan, memotong jadi empat, dan memenggal kepala para tokoh masyarakat ini.
Sebuah catatan pegawai VOC yang menyaksikan peristiwa ini menyebutkan kalau para tokoh masyarakat ini bungkam menerima "hukuman" ini. Hanya satu yang sempat berujar dalam Bahasa Belanda sebelum dipenggal, "But sir, have you then no mercy?"
Potongan-potongan tubuh mereka kemudian ditancapkan di tiang tiang, dipajang sebagai peringatan untuk tidak menentang hegemoni VOC.
Tidak cukup sampai di situ. Pembantaian para tokoh masyarakat ini baru awalnya saja. Aksi ini dilanjutkan dengan pembantaian terhadap rakyat Banda lainnya. Laki laki, perempuan, anak anak, orang tua, semua dibantai. Sebagian kabur ke hutan dan ke gunung, tapi mereka yang tak tertangkap ini akhirnya mati kelaparan juga karena area tempat mereka kabur itu diblokade oleh prajurit VOC.
Dari sekitar 14.000 an penduduk Banda waktu itu, setelah pembantaian tinggal tersisa sekitar 1000 an orang yang hidup.
Mereka ini kemudian diangkut keluar dari Banda, dijual sebagai budak, atau dibuang ke berbagai penjuru (antara lain ke Batavia -- the name Kampung Banda rings a bell?).
Banda, yang selama ribuan tahun hidup tenang dengan perdagangan bebasnya dengan berbagai bangsa -- Jawa, Bugis, Cina, Arab, India -- porak poranda karena keserakahan VOC si organisasi perampok pembunuh.
Setelah aksi pembantaian ini, Banda menjadi pulau tak berpenghuni. VOC kemudian mendatangkan budak-budak dari Jawa, dari Buton, dan lain-lain, untuk merepopulasi Banda. Mengerjakan perkebunan-perkenunan pala di sana di bawah kendali total VOC yang diwakili para perkenier -- orang Belanda tuan tanah/pemilik perkebunan -- dan pemerintahan VOC setingkat gubernur dan aparatnya.
Jadilah sampai saat ini Banda adalah pulau tanpa penduduk asli. Pretty much semua penduduk aslinya sudah dibantai atau dibuang.
Kalau Anda ke Banda sekarang, coba aja ngobrol sama penduduk sana. Mereka akan bilang mereka orang Banda, tapi asalnya dari Banten, asalnya dari Jogja, asalnya dari Buton, asalnya dari Cina, asalnya dari Arab, dan lain-lain. Orang Banda di Banda? Practically nonexistent.
All for the profit from nutmeg trade.
Pantai pulau Hatta, bagian dari kepulauan Banda, dengan jurang bawah lautnya yang hanya beberapa meter dari bibir pantai, dengan pemandangan bawah lautusr biasa indah.
Tahun depan rencananya di Banda akan diadakan peringatan genap 400 tahun genosida Banda ini, peristiwa pembantaian ini.
Salah satu agendanya rencananya adalah mengundang para keturunan orang Banda asli yang sekarang tersebar di Jawa dll karena dulu nenek moyangnya dibuang oleh Belanda dan mereka belum pernah melihat kampung halaman nenek moyangnya.
Semoga jadi ya. Semoga badai COVID-19 ini akan segera berakhir biar rencana rencana bisa jalan.
Penulis: Immanuel Sembiring di
Beautiful Indonesia, Facebook
Post Navi
0 Komentar