Business

Daan Mogot dan Perjuangan KRIS Zaman Revolusi

GAYA PEREMPUAN PASCA 1945. Tiga perempuan dari Kesatuan Lsykar Kebaktian Rakjat Indonesia Soelawesi (KRIS) tengah berjalandi keramaian Jalan Malioboro, Yogyakarta pada 1948. Gaya berpakaian mereka jelas mewakili zaman-nya. [kreditfoto:ipphos]



SEBAGAI realisasi daripada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, maka pada tanggal 5 Oktober 1945 Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk, hal ini merupakan langkah pertama bagi pengisian kemerdekaan dengan membentuk suatu alat kekuasaan yang terorganisir. 

Segenap rakyat di seluruh Nusantara tua-muda, laki-perempuan mengangkat senjata rela berkorban baik harta maupun nyawa untuk membela nusa dan hangsa. Di samping Tentara resmi yang terbentuk dalam organisasi Tentara Keamanan Rakyat, terdapat pula berbagai macam organisasi-organisasi lain seperti Barisan Pelopor, Barisan Benteng Indonesia, Laskar Hisbullah, Barisan Rakyat Indonesia, Angkatan Pemuda Indonesia, Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi, Gabungan Pemuda Indonesia Sulawesi dan lain-lain. 

Para pemimpin Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi (APIS) dan Gabungan Pemuda Indonesia Sulawesi (GAPIS) mengadakan perundingan, yang kemudian diperoleh kesepakatan bahwa organisasi APIS dan GAPIS bersepakat untuk meleburkan diri kedalam satu wadah, yang akhirya pada tanggal 10 Oktober 1945 terbentuklah satu badan baru secara resmi dengan nama Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), dengan formasi pimpinan sebagai berikut:
Ketua : A.R.S.D. Ratu Langie; Wakil Ketua : Baharuddin ; Sekretaris I : Kahar Muzakar ; Sekretaris II : J. W.Waworuntu ; Bendahara I : S. A. Pakasi; Bendahara II : H. M. Idrus; Pembantu Umum : M. Idris, Mahmud. Pembantu Bidang : Frans Panelewen; 


Program Perjuangannya adalah:

1. Berusaha tetap memelihara perjuangan dengan sistem perlawanan rakyat total, serta selalu kerjasama bahu membahu dengan badan-badan perjuangan lainnya : Koordinator : Daan Mogot, Kepala Pasukan : J. Rapar
2. Mengirimkan utusan ke daerah-daerah pedalaman untuk membentuk cabang-cabang KRIS, serta menampung keluarga-keluarga Minahasa
3. Sekolah Rakyat PEKASE dilanjutkan dengan nama baru yaitu Sekolah KRIS. Mengingat keadaan di Jakarta sering terjadi pertempuran-pertempuran, para guru diwajibkan mengantar jemput murid-murid Sekolah KRIS.
4. Disamping itu, juga Sekolah KRIS dijadikan markas KRIS cabang Jakarta Raya yang bertugas mengatur strategi perjuangan para pemuda KRIS
5. Menjalankan usaha-usaha sosial, antara lain menangani para pengungsi akibat peperangan
6. Mengobarkan peperangan diseluruh wilayah Jakarta dengan taktik “Hadang-Tempur-Rampas”.

Para Pemuda KRIS di Jakarta mengadakan perlawanan dalam bentuk pertempuran-pertempuran yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil terdiri dari 3 sampai dengan 5 orang. Dengan keberanian yang luar biasa mereka mengadakan serangan dari berbagai penjuru kota Jakarta seperti daerah Senen, Keramat, Cikini, Jatinegara, Petojo hingga Tanjung Priok secara serentak tanpa mempedulikan siapa komandan mereka, bertempur dengan hasil yang gilang gemilang. 

Kelompok-kelompok kecil seperti Kelompok Lukas Palar, Jopi Pesak, Endi Ruminggit, Piet Sumilat, Piet Sibih, Alex Pangemanan dan lainnya, mereka bertempur dengan gayanya masing masing. Mereka inilah yang membawa harum nama KRIS di mata masyarakat. Tanpa adanya hasil daripada perjuangan kelompok-kelompok kecil ini, KRIS tidak akan mungkin menjadi faktor yang menentukan langkah-langkah perjuangan dalam arti perjuangan kemerdekaan Rakyat Indonesia kita ini. 

Selain perjuangan-perjuangan fisik tersebut KRIS cabang Jakarta Juga memikul beban tugas untuk mengadakan infiltrasi ke dalam tubuh pasukan KNIL, guna mencari kontak dengan daerah-daerah Sulawesi yang masih di bawah kekuasaan KNIL. Untuk merealisasi tugas tersebut pimpinan KRIS menempuh dua jalan yakni pertama mengadakan infiltrasi langsung ke dalam tubuh KNIL untuk merongrong kekuatan militer Belanda. Kedua, mengurus dan membentuk barisan-barisan rakyat yang berjuang di daerah kekuasaan KNIL.  

Dengan kedua cara ini perjuangan KRIS sangat berhasil, hal ini terbukti dengan terjadinya pernberontakan di Manado yang terkenal dengan peristiwa 14 Februari 1946. Sabotase-sabotase yang terjadi di dalam markas Belanda seperti di Makassar, Jayapura dan Kupang. Terorganisirnya gerakan pasukan gerilya di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Nan Pondaag, bekas ketua KRIS cabang Jakarta yang dikirim ke Makassar. Organisasi tersebut adalah Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). 

Pada waktu Belanda menjalankan kembali Agresi Militer ke II pada bulan Desember 1948, seluruh pimpinan Pengurus KRIS antara lain H. A. Pandelaki, A. J. Supit, A.Z. Abidin, W.H.M. Kaunang ditangkap oleh Belanda karena dianggap orang-orang republik.


Catatan oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 1978.

Post Navi

0 Komentar